Alasan Perceraian Bagi PNS TNI Polisi
Setiap orang yang menjalin rumah tangga pada prinsipnya tentu mengingankan membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis dan kekal hingga akhir hayat. namun, ada kalanya cita-cita tersebut tidak kesampaian dengan alasan berbagai permasalahan yang ada, sehingga lahirlah keinginan untuk melakukan Perceraian, Dalam Hukum perceraian tidak serta merta cerai dapat diterima namun ada alasan yang dapat diterima dan dibenarkan oleh Undang-Undang termasuk bagi Anggota TNI, Polri, PNS dan Pegawai BUMN/BUMD, jadi harus ada cukup alsan yang dapat dijadikan dasar dalam menngajukan gugatan perceraian, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diantaranya:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
- Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
Selain alasan-alasan tersebut di atas, khusus bagi Pegawai (Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota TNI, Polri dan Pegawai BUMN/BUMD) yang hendak bercerai, secara administratif harus mendapat izin dari atasannya atau Pejabat yang berwenang hal ini dapat kita lihat dari beberapa aturan pelaksana masing-masing intansi namun secara umum tunduk pada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983. Numun yang menjadi kendala dan tanda tanya dilapangan adalah bagaimana jika izin tidak keluar atau lama turunnya? maka secara hukum proses administratfi tidak bisa menghalangi proses hukum acara sehingga diharapkan kebijakan kepada Hakim karena tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan.